UA-145931898-1

Beberapa Bekas Hakim Konstitusi Melawan Perpu Cipta Kerja Jokowi

Comments · 198 Views

Beberapa Bekas Hakim Konstitusi Melawan Perpu Cipta Kerja Jokowi


Beberapa bekas hakim Mahkamah Konstitusi (MK) satu suara melawan perlakuan Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengeluarkan Perpu Cipta Kerja. Mereka memandang cara Jokowi ini jadi preseden jelek sampai menyalahi konsep negara hukum.

https://angkakeramat.art/bambang-soesatyo-kembali-jadi-ketua-sc-formulasi-e-2023-siapa-jadi-ketua-panitia/

Awalnya pada 25 November 2021, MK putuskan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 mengenai Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja cacat secara formal. Melalui Keputusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, Mahkamah mengatakan jika UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dan minta pemerintahan melakukan perbaikan paling lama dalam dua tahun.

Bukanlah membenahi UU, Jokowi justru mengeluarkan Perpu Cipta Kerja pada 30 Desember dengan argumen ada kegawatan yang memaksakan untuk memperhitungkan teror kritis ekonomi. Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud Md menyebutkan Perpu ini argumen kegawatan memaksakan untuk penerbitan Perpu telah tercukupi, sesuai Keputusan MK Nomor 138/PUU7/2009.

Jimly Asshiddiqie

Ketua MK pertama masa 2003-2008, Jimly Asshiddiqie, menyebutkan tidak lanjut keputusan MK sebenarnya tidak susah untuk ditangani dalam dua tahun. Sekarang ini masihlah ada kesempatan tujuh bulan saat sebelum tenggat waktu November 2023.

Pemerintahan, katanya, tinggal membuat UU baru dalam kurun waktu tujuh bulan dan membenahi intisari yang dipermasalahkan warga. Sekalian, buka ruangan keterlibatan khalayak yang memiliki arti dan signifikan sama sesuai amar keputusan.

"Tak perlu membuat argument ada kegawatan memaksakan yang mengada-ada dengan mengeluarkan Perpu dalam kegemerlapan malam tahun baru yang membuat terkejut semuanya orang," kata Anggota Dewan Perwakilan Wilayah (DPD) dari DKI Jakarta ini dalam dalam info tercatat, Rabu, 4 Januari 2022.

Jimly mengingati jika pembentuk Undang-Undang berdasar Undang-Undang Dasar 1945 ialah DPR, bukan presiden seperti zaman saat sebelum reformasi. Apa lagi, telah ada keputusan MK yang memerintah pembaruan UU.

"Tidak dengan Perpu, tetapi dengan UU dan dengan proses pembangunan yang diperbarui sama sesuai keputusan MK," kata Jimly. "Perpu ini terang menyalahi konsep negara hukum yang dicari-carikan argumen justifikasi oleh sarjana tukang stempel."

Jimly menyebutkan peranan MK dan DPR sudah diacuhkan dengan penerbitan Perpu ini. Disamping itu, Perpu ini bukan contoh rule of law yang bagus, tetapi jadi contoh rule by law yang kasar dan tinggi hati.

Jimly lalu menyentuh pilihan mekanisme pemilu seimbang tertutup yang saat ini berkembang, di mana 8 fraksi DPR menampik terkecuali PDI Perjuangan. Jimly juga sampaikan peluang jika sikap partai di DPR bisa dibuat pada Perpu Cipta Kerja, seperti dalam pilihan seimbang tertutup.

"Bisa jadi kasus pelanggaran hukum dan konstitusi yang telah berulang-kali dilaksanakan oleh Presiden Jokowi bisa ditujukan untuk impeachment (pemakzulan)," katanya.

Jika sebagian besar anggota DPR siap, kata Jimly, benar-benar gampang untuk mengkonsolidasikan anggota DPD dalam komunitas MPR untuk menyepakati cara impeachment itu.

Di lain sisi, Jimly berbicara masalah peluang Perpu Cipta Kerja itu memang menyengaja keluar untuk menjerumuskan Jokowi untuk dihentikan di tengah-tengah jalan. Jika ada sarjana hukum yang ngotot memberikan justifikasi pada Perpu Cipta Kerja ini, kata Jimly, jadi tidak susah untuknya untuk memberikan justifikasi untuk terbitnya Perpu Penangguhan Pemilu dan ekstensi periode kedudukan.

"Semuanya bakal menjadi pucuk koalisi partai politik untuk ambil jarak serta menghentikan Jokowi dari kedudukannya," kata Jimly. Oleh karenanya, dia menyarakan seluruh pihak kembali setia dan tidak mengkhianati etika paling tinggi yang telah disetujui, yakni Pancasila dan UUD 1945.

Comments